Saturday, March 10, 2012

Riset: Orangtua yang Terlalu Mengontrol Bikin Anak Jadi Nakal

Orangtua kerap merasa mereka tahu segalanya sehingga berhak mengontrol anak. Namun studi terbaru menunjukkan, sikap orangtua tersebut justru nantinya bisa membuat si kecil tumbuh menjadi anak nakal.

Penelitian tersebut dilakukan oleh Rick Trinkner dan para koleganya serta dimuat dalam Journal of Adolescence. Dalam penelitiannya,
Trinkner menganalisa sikap murid-murid sekolah menengah pertama dan atas di New Hampshire Youth. Para murid yang menjadi responden itu diminta mengisi kuisioner selama 18 bulan. Pertanyaan dalam penelitian itu seputar bagaimana gaya orangtua mereka dalam menerapkan disiplin, pandangan murid-murid terhadap orangtuanya dan sejarah sikap nakal mereka.

Dalam penelitian tersebut, tiga gaya orangtua dalam mendidik anak mereka adalah:

1. Orangtua menegakkan disiplin tapi juga tidak lupa memberikan kehangatan dan kasih sayang.
2. Orangtua terlalu menegakkan disiplin dan tidak ada kehangatan.
3. Orangtua cukup permisif, memberikan banyak kasih sayang dan tidak ada disiplin.

Setelah diteliti terungkap, orangtua yang terlalu mengontrol, tidak memberikan anaknya kesempatan untuk bicara, kemungkinan besar si anak tumbuh menjadi anak yang tidak menghargai orang lain. Si anak nantinya juga banyak melakukan kenakalan seperti mencuri dan menyakiti orang lain.

"Anak-anak tidak melihat orangtua sebagai pihak yang dihormati atau kekusaan sehingga mereka lebih mungkin melanggar aturan," ujar Rick Trinkner yang akan meraih gelar doktor dari University of New Hampshire.

Namun bukan berarti orangtua permisif lebih baik dari mereka yang otoriter. Menurut Rick, orangtua yang terlalu permisif juga memiliki kelemahannya.

"Pendekatan terbaik, menurutku adalah menjadi orangtua yang menegakkan disiplin dan tidak lupa menunjukkan kehangatan serta mau mendengar kebutuhan anak," jelas Rick.

Rick menyarankan lagi, cobalah untuk mengajak anak bicara. Biarkan anak menjelaskan apa kemauan, kegelisahan atau masalahnya sesuai aturan Anda. Setelah dia menjelaskan, bukan berarti Anda lalu menurut semua keinginannya.

"Anak-anak boleh punya suara, tapi tidak untuk memilih. Anak-anak diberikan kesempatan untuk menjelaskan, dengarkan, tapi biarkan mereka tahu kalau nantinya mereka tidak akan dilepas begitu saja dan jelaskan alasannya," urainya.

Psikolog Susan Newman menambahkan, orangtua yang baik seharusnya menjelaskan pada anak soal aturan yang dibuat. "Biarkan anak menjelaskan kesalahannya. Kalau orangtua tidak memberikan kesempatan itu, hasilnya justru bisa berkebalikan dari apa yang Anda ajarkan pada mereka," ujar penulis buku 'The Case for the Only Child' itu.

Ditambahkan Newman, orangtua juga harus mau mengakui ketika mereka melakukan kesalahan. "Ini bisa meningkatkan kredibilitas Anda, membuat Anda dihargai dan idealnya membuka pintu untuk anak datang pada Anda ketika ada masalah di masa depan," tandasnya.

(eny/eny)

No comments: